Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bertemu dengan ratusan buruh yang melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Balai Kota DKI Jakarta pada Kamis, 18 November 2021. Buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 sebesar 3,57 persen. Anies dalam orasinya mengatakan bahwa ia tidak bisa menjanjikan kenaikan UMP sesuai dengan harapan para buruh. Namun, ia menyampaikan bahwa pihaknya akan berusaha membantu para buruh mengurangi biaya hidup mereka.
Anies menyampaikan bahwa menaikkan UMP hanyalah satu hal, namun menurunkan biaya hidup merupakan hal yang dapat dibantu oleh pemerintah. “Nak, untuk menaikkan UMP ada ketentuannya yang harus ditaati, tapi untuk yang menurunkan biaya hidup, kita bisa membantu di situ,” ujarnya. Setelah menyampaikan orasinya, Anies mengajak para buruh untuk bernyanyi Padamu Negeri bersama. Buruh kemudian meneriakkan “Hidup Anies!” dan “Dukung Anies Jadi Presiden Indonesia!”.
Ratusan buruh yang tergabung dalam FSP LEM FPSI melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (18/11/2021) menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 sebesar 3,57 persen. Ketua DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur, Endang Hidayat, menyatakan bahwa angka kenaikan yang diusulkan oleh aliansi buruh ini mempertimbangkan beberapa kebijakan pemerintah, yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Menurut Endang, angka kenaikan yang diminta sudah memenuhi dua unsur dalam PP No. 78/2015, yaitu unsur pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 dan laju inflasi. Oleh karena itu, buruh berharap agar Anies bisa menerima masukan mereka yang dianggap realistis. Sebelumnya, Kepala Disnakertrans DKI Jakarta, Andriyansah, memastikan kenaikan UMP DKI Jakarta 2022. Namun, ia belum mengungkapkan besaran kenaikan tersebut.
Kenaikan UMP merupakan salah satu isu yang seringkali menjadi tuntutan buruh dalam aksi unjuk rasa. UMP sendiri adalah standar upah minimum yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerjanya. Pengupahan sudah diatur oleh undang-undang dan kebijakan pemerintah. Dalam hal ini, PP No. 78/2015 tentang Pengupahan mengatur bahwa setiap tahun UMP harus ditinjau kembali dan dinaikkan sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Namun, perlu diingat bahwa kenaikan UMP juga harus dipertimbangkan dengan kondisi ekonomi negara. Kenaikan UMP yang terlalu tinggi dapat berdampak negatif bagi perekonomian, seperti naiknya harga-harga barang dan jasa dan berpotensi memicu inflasi. Oleh karena itu, kenaikan UMP haruslah seimbang dan tidak merugikan pihak-pihak lain seperti pengusaha.
Sebagai ganti kenaikan UMP, Anies Baswedan menjanjikan akan membantu para buruh mengurangi biaya hidup mereka. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan biaya-biaya yang dapat dikendalikan oleh pemerintah, seperti biaya transportasi dan biaya listrik. Selain itu, Anies juga mengajak para pengusaha untuk memperhatikan kondisi para buruh dan memberikan upah yang layak.
Tentunya, tuntutan kenaikan UMP dari para buruh bukanlah hal yang baru. Setiap tahunnya, para buruh selalu mengadakan aksi unjuk rasa untuk menuntut kenaikan UMP yang layak. Namun, pemerintah juga harus mempertimbangkan berbagai faktor dalam menentukan besaran kenaikan UMP, termasuk kondisi ekonomi negara.
Dalam hal ini, Pemerintah DKI Jakarta telah mempertimbangkan kebijakan-kebijakan terkait pengupahan, seperti Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Berdasarkan PP No. 78/2015, kenaikan UMP yang diminta oleh para buruh sudah memenuhi dua unsur, yakni pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 dan laju inflasi.