Awal Juli 2022 lalu, tersebar kabar bahwa makam Raja Sisingamangaraja XII dibongkar orang.
Rumor tersebut sempat membuat masyarakat setempat menjadi resah.
Usut punya usut, berita bermula saat 11 orang dari luar daerah mengambil segenggam tanah di makam pahlawan nasional Indonesia itu saat berziarah.
Akibatnya, 11 orang tersebut diduga membongkar tanah makam Raja Sisingamangaraja XII.
Presiden Soekarno pernah memerintahkan pemindahan makam Raja Sisingamangaraja XII.
Namun beberapa pihak meyakini kuburan sang raja tak dapat dipindah.
Bukan tanpa alasan, terdapat kisah yang menjadi alasan mengapa masyarakat setempat yakin, mustahil memindahkan kuburan Raja Sisingamangaraja XII.
Mengutip laman direktoripariwisata.id, Sisingamangaraja XII merupakan seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara.
Ia digelari sebagai pahlawan nasional dari Tanah Batak berkat kegigihannya dalam berjuang melawan penjajahan kolonial Belanda.
Sejarah mencatat, Sisingamangaraja XII melawan Belanda selama tiga dekade atau 32 tahun lamanya.
Makam Sisingamangaraja XII terletak di dalam Komplek Taman Makam Pahlawan Sisingamangaraja, di Jalan Soposurung, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir.
Awalnya makam Sisingamangaraja XII berada di Kota Tarutung.
Kemudian Presiden Soekarno berinisiatif memindahkan makam tersebut ke Balige pada 1953.
Balige merupakan tempat pertama kali meletusnya perang antara pasukan Sisingamangaraja XII dengan pasukan Belanda.
Pintu masuk areal Komplek makam Sisingamangaraja XII ditandai dengan sebuah gapura berpondok kecil bergaya rumah adat Batak beratap ijuk.
Di dalam kompleks makam terdapat bangunan yang digunakan sebagai perpustakaan sekaligus museum Sisingamangaraja.
Gedung ini dibangun dengan arsitektur khas Batak Toba dan diberi ukiran gorga.
Di sana dapat ditemukan berbagai biografi Sisingamangaraja XII.
Selain makam Sisingamangaraja XII di Balige, tidak banyak orang yang tahu, di hutan belantara Desa Sindias, Parlilitan, ada sebuah makam dengan nisan bertuliskan Sisingamangaraja XII.
Di makam inilah persisnya raja yang dijuluki Tuan Bosar atau Ompu Pulo Batu itu gugur pada 17 Juni 1907.
Makam berbentuk persegi empat itu berukuran sekitar 3 kali 4 meter.
Tak jauh dari makam sang raja, terdapat sebuah makam besar dengan 3 nisan, tempat disemayamkannya para panglima Sisingamangaraja XII dari Aceh.
Sitor Situmorang dalam bukunya “Toba Na Sae” mengisahkan tragedi gugurnya Raja Sisingamangaraja XII di tangan Belanda.
Pada 17 Juni 1907, pasukan Belanda mengepung benteng pertahanan Raja Sisingamangaraja XII ada di Desa Sion Utara, Parlilitan.
Raja Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya berupaya memasuki hutan untuk menghindar.
Namun putrinya, Si Boru Lopian, tertembak.
Melihat putrinya tertembak, Sisingamangaraja XII melupakan keselamatannya dan menghampiri putrinya yang tersungkur.
Saat itulah bedil Belanda menembus tubuhnya.
Di depan putrinya, Sisingamangaraja XII disiksa tentara Belanda dengan begitu sadis.
Beberapa literatur menyebutkan, itulah kali pertama pasukan Belanda melihat langsung wajah Sisingamangaraja XII, setidaknya selama 32 tahun perlawanan Sisingamangaraja XII.
Konon, setelah dipastikan meninggal dunia, pimpinan pasukan Belanda, Hans Christoffel memerintahkan anak buahnya untuk mengangkat jasad Sisingamangaraja XII untuk diarak demi melemahkan semangat pengikutnya.
Namun hal itu tak dapat dilakukan lantaran tubuh Sisingamangaraja XII tak bisa diangkat.
Christoffel kemudian menyuruh anak buahnya memenggal leher Sisingamangaraja XII.
Tetapi hal itu juga tak kuasa dilakukan.
Christoffel akhirnya memerintahkan agar pasukannya memenggal leher salah seorang panglima Sisingamangaraja XII.
Kepala itulah yang kemudian diarak keluar masuk kampung untuk mengendurkan semangat juang rakyat negeri Toba.
Cerita inilah yang mendasari kepercayaan masyarakat Parlilitan bahwa kuburan Sisingamangaraja XII tak dapat dipindah.
HENDRIK KHOIRUL MUHID